Masuknya Islam ke Indonesia


Menurut catatan sejarah, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Agama baru ini dibawa orang per orang. Kontak dakwah tersebut dilaksanakan melalui interaksi dalam bidang perdagangan. Ini sangat dimungkinkan mengingat saat itu ada jalur pelayaran yang ramai di Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.1 Menurut sumber-sumber Cina, menjelang akhir perempatan ketiga abad VII, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin permukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. 2.

Pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayah. Ia meminta dikirimkan dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha. Tak terlalu lama dari zaman Sriwijaya, 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M berdiri Kesultanan Peureulak di Aceh. Setelah itu muncul pula kesultanan Samudera Pasai, Aceh Darussalam, dan Palembang.

Kekuasaan Islam terus berkembang di Nusantara, kendati perkembangannya tidak serta merta cepat. Tahun 1440 berdiri Kerajaan Ternate bersamaan dengan masuknya Islam ke kepulauan Maluku. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah. Walaupun rajanya sudah masuk Islam namun ia belum menerapkan Islam sebagai institusi politik. Barulah Islam terwujud dalam insitusi politik setelah Kerajaan Ternate berubah menjadi Kesultanan Ternate di bawah Sultan Zainal Abidin pada tahun 1486.

Kerajaan lain yang menjadi representasi Islam di Maluku adalah Tidore dan kerajaan Bacan. Selain itu, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Papua yang memeluk Islam. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai.

Hampir bersamaan dengan itu di Jawa berdiri kesultanan, pertama muncul di Demak. Kesultanan ini kemudian dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, Kesultanan Pajang, dan terakhir oleh Kesultanan Mataram. Di belahan barat Jawa berdiri Kesultanan Banten dan Cirebon. Sementara itu di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Sedangkan di Nusa Tenggara penerapan Islam dilaksanakan oleh Kesultanan Bima.

Islam telah menjadi identitas sebuah institusi politik bernama kesultanan yang diwujudkan dalam penerapan hukum-hukum Islam di dalamnya. Di bidang peradilan, hukum Islam dijadikan hukum negara yang menggantikan hukum adat. Ini berlangsung di Aceh (Samudera Pasai) pada abad 17. AC Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalah kerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara. Sedangkan Kerajaan Mataram tidak ketat dalam melaksanakannya karena masih dipengaruhi adat, Budha, dan Hindu.

Di Aceh, Sultan Iskandar Muda menerapkan hukum rajam terhadap puteranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUD Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan riba diharamkan.

Di Banten, hukum potong tangan dilaksanakan bagi mereka yang terbukti mencuri. Pelaksanaan hukum ini berlangsung pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa ( 1651-1680 M). Sejarah Banten menyebut syekh tertinggi dengan sebutan ’Kyai Ali’ atau ’Ki Ali’ yang kemudian disebut dengan ’Kali’ (mengacu pada istilah Qadhi).

Kesultanan Demak sebagai kesultanan Islam pertama di Jawa pun memiliki qadhi/hakim. Jabatan itu dipegang oleh Sunan Kalijaga. Ini diungkapkan oleh De Graff dan Th Pigeaud. Di Kerajaan Mataram, Sultan Agung mengadakan perubahan tata hukum. Dialah yang mengubah peradilan pradata (Hindu) menjadi peradilan Surambi karena peradilan ini bertempat di serambi Masjid Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan ini dihukumi menurut kitab Kisas yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung. Penghulu pada masa Sultan Agung itu mempunyai tugas sebagai mufti, yaitu penasihat hukum Islam dalam sidang-sidang pengadilan negeri, sebagai qadhi atau hakim, sebagai imam masjid raya, sebagai wali hakim dan sebagai amil zakat.

Dalam bidang keluarga dan sosial kemasyarakatan, Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan bahwa Malikus Saleh melaksanakan perintah yang dianjurkan ajaran Islam seperti merayakan kelahiran anaknya dengan melakukan akikah dan bersedekah kepada fakir miskin, mengkhitankan anaknya dan melakukan tata cara penguburan mayat mulai memandikan, mengkafani, sampai menguburkannya. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari menulis buku Kitabun Nikah yang khusus menguraikan tentang fikih muamalah dalam bidang hukum perkawinan berdasarkan fikih Mazhab Syafi''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''i. Uraian singkat kitab ini dijadikan pegangan dalam bidang perkawinan untuk seluruh wilayah kerajaan.

Dalam bidang pertanahan, terutama tentang hak pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari telah menjelaskan ketentuannya dalam kitab Fathul Jawad yang isinya memuat ketentuan fikih yang di antarannya ihyaul mawat. Dalam pasal 28 UU Sultan Adam Kerajaan Banjar, dijelaskan bahwa tanah pertanian yang subur di daerah Halabiu dan Negara adalah di bawah kekuasaan kerajaan. Karena itu, tidak boleh seorangpun melarang orang lain menggarap tanah tersebut kecuali memang diatas tanah itu ada tanaman atau bukti lainnya bahwa tanah itu sudah menjadi milik penggarap terdahulu. Islam di masa lalu betul-betul menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam.

Related product you might see:

Share this product :

+ comments + 6 comments

28 November 2009 pukul 07.59

wah pelajaran sejarah islam nich,,
mantabh kang

28 November 2009 pukul 18.34

posting sejarah Islam bermanfaat sekali kawan, thanks

29 November 2009 pukul 23.22

Para da'i generasi awal yang masuk ke Indonesia, kalau dilihat silsilahnya mereka itu masih dzuriyat dari Rasulullah saw. Namun dalam penulisan sejarah sering kita jumpai bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang. Padahal yang sebenarnya, mereka itu datang sengaja untuk syiar agama hanya saja untuk menyambung hidupnya mereka berdagang. Adalah dua hal yang berbeda antara berdagang sambil menyiarkan agama, dan menyiarkan agama sambil berdagang. Wallahu a'lam.

30 November 2009 pukul 20.38

assalamualaikum..

kapan ya terakhir saya belaja sejarah ini..?
hhe

14 Desember 2009 pukul 20.52

visit my blog too friend :)
http://annunaki.wordpress.com/2009/12/13/misi-peng-islam-an-nusantara-bagian-1/

15 Desember 2009 pukul 18.58

islam masuk ke indonesia di awal abad ke 7 kira kira kita dah lair belum ya kang...( so mari kita teruskan perjuangan pendahulu kita )

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kaos Distro Islami - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger